AI, Teman Kerja Abadi yang Bikin Capek: Solusi atau Sumber Lelah Digital?
🔀 Read in English 🇬🇧
Selamat Datang di Hajriah Fajar: Hidup Sehat & Cerdas di Era Digital
Gue pernah ngetik “tolong buatin caption IG yang nyeleneh tapi puitis,” dan beneran dibales sama AI-nya: “Dalam sunyi, kita mengeja tawa.” Lah? Gue cuma pengen lucu-lucuan, bukan buka luka batin. Tapi begitulah. Sekarang AI bukan cuma bantu kerja — dia kayak rekan abadi yang nggak pernah tidur. Nggak pernah capek. Nggak pernah bilang “ntar dulu ya, lagi lelah mental.”
Tapi di sisi lain, kita yang manusia ini... ya jelas capek dong. Jam kerja makin fleksibel, katanya. Tapi yang ada, notifikasi jadi kayak alarm semesta: nyala terus. ChatGPT siap bantu kapan aja, tapi ujung-ujungnya kita malah nambah revisi karena... “kayaknya bisa lebih human deh?” Ironis banget nggak sih, disuruh bikin tulisan lebih human... sama manusia yang udah lelah jadi human.
Kita memang hidup di era di mana AI bisa ngerangkum rapat, bikin ringkasan artikel, bahkan nulis surat cinta kalau lagi iseng. Tapi efek sampingnya tuh real banget: burnout model baru, rasa bersalah kalau nggak produktif, dan overthinking karena semua serba “bisa lebih cepat dong, kan ada AI.” Teknologi bantu kita, iya. Tapi dia juga kadang jadi cermin dari ekspektasi yang nggak manusiawi.
Refleksi kecil: Pernah nggak sih ngerasa bersalah cuma karena lagi rebahan, padahal kerjaan udah beres? Terus mikir, “harusnya gue bisa kerjain lebih banyak lagi tadi, kan udah dibantu AI.” Nah loh. Ini bukan cuma soal teknologi, tapi soal beban tak terlihat dari ekspektasi efisiensi abadi.
Tips biar nggak tenggelam dalam efisiensi semu:
- Jadwalkan waktu offline kayak ngejadwal meeting penting.
- Kalau pakai AI, pakailah buat hal membosankan — jangan semua hal dilimpahkan, ntar otak kaku beneran.
- Ukur produktivitas pakai standar diri sendiri, bukan standar “AI bisa kerja 24 jam.”
- Tanya ke diri sendiri: ini gue pakai AI biar efisien, atau biar bisa ngeskip ngadepin rasa malas?
Akhirnya, kita nggak bisa lari dari teknologi. Tapi kita bisa pelan-pelan belajar berdamai dengan ritmenya. AI itu tools, bukan Tuhan baru. Kalau dia mulai bikin lo kehilangan rasa jadi manusia, mungkin saatnya pencet tombol ‘mute’, bukan ‘generate more’.
Yuk ngobrol. Kamu sendiri gimana pengalamanmu pakai AI? Pernah ngerasa makin santai, atau justru makin kejar-kejaran sama ekspektasi? Tulis di komentar ya — atau share ke temenmu yang udah ngomong “nanti gue suruh AI aja deh nulis proposalnya” lebih dari tiga kali minggu ini 😅
Welcome to Hajriah Fajar: Living Smart & Healthy in the Digital Age
AI, The Eternal Coworker That Drains You: Solution or Digital Fatigue Trigger?
I once typed “make me a quirky but poetic IG caption,” and the AI replied: “In silence, we spell laughter.” Uh... I just wanted something funny, not an emotional excavation. But that’s the vibe now. AI’s no longer just a tool — it’s an eternal coworker that never sleeps. Never tired. Never says, “hold on, I’m mentally exhausted.”
But on the other hand, we — the humans — yeah, we get tired. Work hours are more “flexible,” they say. But in reality? Notifications become the universe’s alarm clock: always on. ChatGPT is ready 24/7, but in the end, we add more revisions because... “can we make it sound more human?” The irony: humans being told to sound more human.
We live in a world where AI can summarize meetings, digest articles, even write love letters when you’re bored. But the side effects are real: new types of burnout, guilt over not being productive, and overthinking because “I should’ve done more, I had AI help.” Tech supports us, yes. But it also mirrors some truly inhuman expectations.
A little reflection: Ever felt guilty just for chilling, even though work’s done? Then you think, “I could’ve done more, right? AI made it so easy.” Boom. It’s no longer about tech — it’s the invisible weight of non-stop efficiency.
Tips to survive fake efficiency:
- Schedule offline time like it’s a VIP meeting.
- Use AI for boring stuff — don’t outsource everything or your brain will actually rust.
- Measure productivity by your own rhythm, not by “AI can work 24/7” standards.
- Ask yourself: am I using AI to be efficient, or just to dodge facing my laziness?
We can’t escape tech. But we can learn to dance with it. AI is a tool, not a new god. If it starts making you feel less human, maybe it’s time to press ‘mute,’ not ‘generate more.’
Let’s talk. How’s your own AI journey so far? Has it brought more peace or more chasing after impossible expectations? Share in the comments — or forward this to a friend who’s said “I’ll get AI to write the proposal” more than three times this week 😅
Posting Komentar untuk "AI, Teman Kerja Abadi yang Bikin Capek: Solusi atau Sumber Lelah Digital?"
Posting Komentar
You are welcome to share your ideas with us in comments!