Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Alhamdulillah, Puncak Indrapura Atap Sumatra



Ini sedikit sharing saya ketika diberi kesempatan menginjakan kaki di tanah Sumatra. Banyak hal-hal baru yang saya pelajari dari perjalanan ini dan tentunya kenangan-kenangan menakjubkan yang akan saya simpan sampai ujung masanya nanti.

Awal saya mendengar Gunung Kerinci, gunung berapi tertinggi di Indonesia sama sekali tidak terbesit sedikitpun akan dapat mencapai puncak Indrapuranya. Hanya saja banyak yang saya baca dan lihat di berbagai social media tentang lika-liku trek serta hutan yang masih menjadi habitat harimau Sumatra dan badak Sumatra menjadikan ajakan seorang teman saya abaikan. Tetapi setelah sempat berkelut dengan ego dan pikiran panjang  akhirnya saya mengiyakan ajakan tersebut.

Perjalanan saya kali ini dengan 7 orang teman yang 5 diantaranya belum saya kenal dan 2 yang lain adalah teman yang saya kenal pada ekspedisi ke Gunung Raung yaitu Savero dan mas Ndut. Mengenal mereka seperti piknik melelahkan yang banyak sekali mendapatkan bonus karena setiap waktu ada saja banyolan-banyolan yang keluar dari mulut mereka. Satu lagi Allah memberikan rezekinya lewat mempertemukan saya dengan sahabat-sahabat baru ini.

Kamis, 23 februari 2017

Setelah sempat packing pada malam sebelumnya, hari kamis itu benar-benar masih menyita kesibukan saya sebelum berangkat ke Jambi. Bekerja pada paginya dan melanjutkan kuliah pada sore hari sampai malam. Pada pukul 20.00 sembari packing ulang dan bersiap-siap untuk kumpul di Cengkareng. Setelah semuanya selesai, saya langsung berangkat ke Halte Busway Cempaka Putih dan bertemu dengan bang Mulya. Akhirnya tanpa menyita waktu banyak untuk mengobrol (pertama kali ketemu bang Mulya) kami langsung meneruskan perjalanan ke Cengkareng.

Sesampainya di Cengkareng (rumah Anjar) sudah ada 3 teman lain yaitu Anjar, bang Tynol dan mas Ndut. Tapi karena memang posisi saya yang sudah ngantuk, saya langsung numpang tidur tanpa banyak basa-basi sama yang punya rumah. Selain itu kita harus check in pagi-pagi buta pada esok harinya. Dan sekarang tiduuuuurrr!

Jumat, 24 februari 2017

Setelah 3 jam yang cukup lelap, akhirnya ada 2 orang lagi yang bergabung yaitu Untung dan Imam. Sekarang personil jakarta sudah lengkap dan kita siap berangkat dengan menyewa jasa mobil online ke Bandara Soekarno Hatta yang letaknya tidak begitu jauh dari sini. Sekitar pukul 05.00 kita sampai Bandara dan mununggu take off setengah jam kemudian. Jambi, We’re coming!

Oya, saya hampir lupa. Jadi walaupun tujuan kita ke Jambi kita mengambil rute penerbangan dari Jakarta ke Padang karena menurut informasi teman-teman ini jika menuju ke desa Kersik Tuo (basecamp pendakian Gunung Kerinci) perjalanan daratnya akan lebih dekat dibanding jika turun di Jambi.

Setelah sampai Bandara Internasional Minangkabau, kami langsung menghubungi mobil jemputan yang sudah dipesan sebelumnya dan langsung melanjutkan perjalanan ke desa Kresik Tuo, Jambi. Tapi tidak lupa yaa mampir ke rumah makan (Padang) karena ternyata perjalanan kami masih sangat panjang dan berliku serta mampir ke pasar untuk membeli kelengkapan logistik.




Rute perjalanan dari Padang ke Kresik Tuo adalah sekitar 7 jam dengan jalanan yang sebagian sudah bagus, sebagian masih harus diaspal lagi -_- dan berkelok-kelok serta naik turun dari awal perjalanan. Dan saya, yang tidak biasa mabuk darat juga ahirnya terkena sindromnya.

Perjalanan panjang akhirnya sampai juga kita di desa Kresik Tuo pada malam harinya yang sudah ditunggu satu teman lain disana, Savero. Kami langsung menyewa penginapan Pak Paiman dan langsung bersiap untuk istirahat, menyiapkan energi untuk bertempur besoknya

Penginapan Pak Paiman adalah sebuah rumah huni biasa tetapi mempunyai banyak kamar yang disewakan. Dan jangan kaget juga ternyata bahasa keseharian mereka adalah bahasa jawa. Jadi bagi saya yang memang orang jawa, merasa bukan sedang berada di tanah Sumatra. Intinya merasa tidak asing di lingkungan baru.

Lanjut lagi. Setelah bersih-bersih, pembagian beban logistik selesai dan akhirnya semuanya tertidur pulas.



Sabtu, 25 februari 2017

Selamat pagi. Udara pagi di Kresik Tuo cukup dingin jadi setelah menunaikan sholat subuh pun kami masih menghabiskan banyak waktu dengan selimut tebal penginapan Pak Paiman. Letak penginapan ini berada sekitar 20 meter dari jalan menuju ke arah pintu rimba dan jendela kamar penginapan menyuguhkan pemandangan yang berhadapan langsung dengan gagahnya Gunung Kerinci yang jelas terlihat sebelum tertutup kabut.

Oiya, beberapa waktu sebelum kami berangkat, ada satu lagi teman yang bergabung yakni turis asal Spanyol, Pedro.

Sekitar pukul 07.00 kami kembali mulai bersiap-siap untuk mulai menapaki lereng Gunung Kerinci. Dengan menyewa sebuah mobil pick up seharga Rp. 100.000 untuk sekali angkut yang mengantar sampai ke depan pintu rimba. Perjalanan awal ini melewati jalan di tengah perkebunan teh dan tidak lupa juga untuk mampir ke basecamp mengurus simaksi dengan harga Rp. 15.000/hari untuk setiap orang.



Ketika hari sudah mulai panas, perjuangan untuk meraih atap Sumatra dimulai. Setelah berdoa bersama meminta keselamatan selama perjalanan dan selamat sampai rumah masing-masing. Trek awal jalur Gunung Kerinci tidak terlalu panas karena tertutup lebatnya hutan-hutan dengan kemiringan tanah yang cukup curam sebagai ucapan selamat datang.

Terdapat 3 pos yang harus kita lewati sebelum sampai ke Shelter I. Saya agak lupa bagaimana pembagian waktunya tetapi jalan yang kita lewati benar-benar trek yeng mengangumkan. Pohon-pohon besar tua yang menjulang tinggi dengan akar-akar besarnya pula yang kadang menutupi jalur yang kita lewati. Banyak adegan merangkak serta menunduk agar terhindar dari akar-akar besar ini.

Bulan februari kemarin masih termasuk dalam musim penghujan jadi kami sudah siap membawa peralatan seperti raincoat. Menurut informasi warga sekitar, disini turun hujan tiap hari dan ternyata hari itu juga kita mendapat nasib yang sama. Di tengah perjalanan kami diguyur hujan dengan intensitas sedang sampai di shelter I pada pukul 14.00.

Hujan bertambah lebat setelah kami istirahat di shelter I sehingga kami memutuskan untuk membuka tenda dan bermalam disini. Setelah masak-masak selesai, perut kenyang dan tenda sudah tegap berdiri. Sebelum beranjak tidur, kami lewati malam pertama di Kerinci dengan menghabiskan waktu sejenak untuk mengopi dan menyeduh coklat panas dengan guyonan khas ala mereka. Malam larut dan kita pun ikut larut.





Minggu, 26 februari 2017

Pagi di shelter I dengan udara yang begitu dingin. Sebagian masak dan sebagian lagi membereskan tenda. Dan kita mulai melanjutkan kembali perjalanan ke shelter II dan shelter III. Kami dibuat takjub dengan jalur yang makin sadis dari sebelumnya, walaupun tanda-tanda jalur sudah jelas tapi terdapat percabangan yang membuat kita sedikit melompat-lompat apabila salah memilih jalur. Waktu yang kita tempuh untuk sampai ke shelter II sekitar 3 jam dan kami kembali long break pada shelter ini karena hari sudah mulai siang.




Setelah selesai dengan bebererapa cemilan kami melanjutkan perjalanan ke shelter III dengan trek yang lebih parah dari sebelumnya. Banyak tanjakan yang mempertemukan lutut dengan hidung dan tak jarang harus sedikit usaha lebih dengan bantuan dari orang lain. Trek sadis ini terlewat sekitar 1 jam 40 menit sebelum akhirnya sampai di shelter III. Alhamdulillah.





Dari sini sunset khas Gunung Kerinci dapat kita nikmati dengan paduan gumpalan-gumpalan awan yang sangat mempesona setiap pasang mata. Pink sunset. Kami pun tidak kalah dengan rasa lelah, kami tetap semangat untuk mengabadikan momen yang baru ini.

Seperti pada malam pertama di shelter I, kegiatan kita sama hanya saja kami tidur lebih cepat untuk dapat summit pada esok pagi. Malam selalu saja larut.




Senin, 27 februari 2017

Jam 02.00 dini hari kami sudah terbangun dan menyiapkan perbekalan yang akan kami bawa untuk summit serta tak lupa pula untuk mengisi perut dengan makanan yang cepat diolah menjadi enegrgi seperti biskuit dan roti.

Tenda sebelah juga nampak sedang bersiap-siap yaitu rombongan dari Malaysia. Malam itu memang hanya rombongan kami dan rombongan dari Malaysia itu yang menginap di shelter III.

Dengan mengatur formasi kami perlahan-lahan berjalan menembus kabut yang lumayan tebal waktu itu dan tentunya hawa dingin yang selalu saja diibaratkan sampai menusuk tulang. Saya pribadi sempat berpikir bahwa cuaca yang berkabut mengiringi sepanjang waktu pagi itu. Mendengar bahwa memang cuaca di Kerinci sedang tidak bagus. Tapi setelah 2 jam berjalan kami sampai juga di Tugu Yuda. Perjalanan panjang kami mendapatkan jackpot walaupun belum sampai puncak. Setelah menjalankan sholat shubuh yang sangat khidmat secara berjamaah dengan diselimuti angin dan hawa dingin. Kami menunggu sinar hangat mentari dan hanya beribu kata syukur yang ada di benak kami saat itu. Menyaksikan goresan jingga matahari diatas gumpalan-gumpalan awan yang sangat menakjubkan. Sambil sejenak beristirahat kami menikmati sejenak suguhan luar biasa ini dan tidak ketinggalan untuk mengabadikannya.





Hari sudah mulai terang kami melanjutkan perjalanan kembali ke puncak yang sudah terlihat ujungnya. Jalanan kali ini didominasi batu terjal stabil sehingga harus berhati-hati memilih jalan karena batu-batu ini lumayan licin.

Setelah satu jam melewati trek terahir ini akhirnya kami sampai juga di puncak Indrapura Gunung Kerinci. Alhamdulillah, Alhamdulillah, Alhamdulillah serta sujud syukur kami yang menjadi respon saat kami sampai. Jackpot kedua adalah kami mendapat cuaca cerah di puncak dengan posisi kawah Kerinci yang sesekali terlihat karena tertutup awan tipis.






Cukup lama kami mengabiskan waktu disini sambil menghabiskan bekal agar-agar yang sudah kami buat semalam. Setelah matahari mulai meninggi kami putuskan untuk kembali turun dengan membawa kenangan. Dan cuaca juga masih bagus saat itu, hanya saja mulai sebelum shelter I kami diguyur hujan selama perjalanan sampai ke pintu rimba sebagai ucapan selamat jalan.


Satu yang tidak sempurna di gunung ini adalah agar-agar buatan kami tidak berbentuk bagus tapi untuk rasanya alhamdulillah hehee. Tapi semuanya tentang perjalanan kami sempurna, banyak sekali cerita yang tidak mungkin kita ulangi. Terima kasih tim yang sangat solid, saya yang menjadi perempuan satu-satunya disini sangat beruntung bertemu kalian. Saya merindukan petualangan itu kembali dengan tim yang sama. Terima kasih mas Ndut, bang Mulya, bang Thynol, Savero, Anjar, Untung, Imam dan Pedro.

Terima kasih Kerinci atas petualangan liarnya.

Kontak

  • Homestay Pak Piman 0853 7771 4011



Hajriah Fajar Hajriah Fajar (lahir pada bulan Desember 1987) adalah seorang seniman, penulis, dan kreator konten asal Indonesia. Ia lahir dan dibesarkan di sebuah kampung di Kabupaten Bogor. Sebelum terjun ke dunia seni dan tulis-menulis, Fajar pernah bekerja sebagai tukang parkir profesional di beberapa tempat, antara lain Gedung Hijau Arkadia, Plaza Senayan, dan Kafe Lacodefin Kemang. Setelah lulus dari Sekolah Menengah Atas, Fajar melanjutkan pendidikannya di Universitas Nusamandiri, di mana ia memperoleh gelar S1 Komputer Program Dual Degree pada tahun 2019. Setelah lulus, ia bekerja di berbagai perusahaan teknologi dan IT, dan saat ini bekerja di salah satu rumah sakit swasta di Jakarta sebagai IT. Selain bekerja di dunia IT, Fajar juga aktif di media sosial seperti Instagram, Twitter, dan Facebook, di mana ia sering membagikan pemikiran, karya seni, serta konten-konten menarik lainnya. Ia juga menulis di blog pribadinya di hajriahfajar.com dan membuat konten video di kanal YouTube bernama Hajriah Fajar.Fajar diakui sebagai salah satu sosok yang inspiratif dan memotivasi banyak orang untuk berkreasi dan berinovasi dalam bidang seni dan teknologi.

Posting Komentar untuk "Alhamdulillah, Puncak Indrapura Atap Sumatra"